Sabtu, 11 Mei 2013

“Karya Bintang”

Terlihat jelas mata Reva yang sembab dan basah, walaupun terhalang oleh kacamatanya yang tebalnya hampir sama dengan papan tulis kelas, karena saking tebalnya.
Dari sudut swalayan yang paling ujung, Dika melihat dengan jelas sosok sahabat karibnya yang satu ini, dengan penampilan yang tidak terlalu memikirkan style dan rambut ikalnya yang terurai melampaui bahu, tak terkecuali kacamata yang slalu nangkring di atas hidung mancungnya.
            “Rev, ..” sapa Dika dari kejauhan dengan melambaikan tangannya.
            “Dika, “ sahutnya lirih.
            Akhirnya Dika lebih mendekat ke Reva. “Rev, kamu kok beda sih hari ini, sekarang kan weekend shob, besok juga masih hari minggu, galau mikirin tugas sekolah ya ?”
“Enggak Dik, aku cuma lagi ada big problem di keluarga”
“what happen?, cerita dong sama aku, apa gunanya seorang sahabat kalo’ kayak gini aku gak bisa bantu kamu..”
“sekarang bukan saat yang tepat buat aku cerita semuanya Dik, aku lagi cari alat-alat lukis, jadi sekarang aku lagi gak bisa gabung sama kamu, kamu sama Levi dan Kayla aja ya, maaf banget, mereka ada di lantai atas..” (pergi menjauh dari Dika)
“Rev, tunggu dong.. masalah apa sih, aku akan bantu kamu Rev”
“makasih Dik, aku hargai bantuan kamu, besok senin aja di sekolah aku akan cerita ke kamu apa masalahnya.”
“aku tunggu deh Rev, yang penting kamu baik-baik ya, apapun masalahnya, tetap sabar dan semangat ya !!”
“iya Dik, aku duluan” ucapnya lebih lirih dari yang pertama.
Terpaksa Dika membiarkan Reva pergi untuk sendiri, dan dia masih sangat bingung dengan tingkah sahabatnya itu yang hari ini berubah 1800. Yang dia tahu, kaluarganya memang sudah pecah dari waktu Reva masih kelas 6 SD, sedangkan sekarang dia sudah kelas 10 SMA, dan semua itu malah membuat Reva menjadi anak yang mandiri dengan 1000 mimpinya yang telah ia rangkai rapi di benaknya.
4 tahun yang lalu, orang tuanya bercerai karena ayahnya selingkuh dengan wanita lain, dan ibunya pun sekarang bekerja di luar kota. Lalu, Reva hanya tinggal berdua dengan adik semata wayangnya yang kini duduk di bangku kelas 4 SD.
***
“Kak, bunda sama ayah gak pengen pulang kesini lagi dan tinggal disini lagi ya kak, padahal kan udah 4 tahun mereka gak pernah pulang kak” suara lembut Zarah terdengar dari balik kanvas besar yang bergambarkan satu keluarga utuh dengan banyak gambar bintang di bagian atas gambar tersebut.
Reva mendekati Zarah adiknya, dan duduk di bawah kursi roda Zarah. “Bunda sama ayah akan pulang Za, jangan khawatir, mereka juga sangat kangen sama kamu, adik kakak yang paliiiing cantik.” Reva berusaha menenangkan.
“Kapan kak, setelah Zarah pergi dan tinggal mumu aja yang tersisa.” (menunjuk boneka sapi berwarna coklat kado terakhir pemberian Reva) “Kata tante dokter kan aku sakit parah di sini, di kaki Zarah kak. Tante dokter aja gak bisa nyembuhin, jadi kan Zarah akan pergi sama Allah, karena cuma Allah yang bisa sembuhin Zarah”
Reva tidak bisa menahan air matanya lagi, yang akhirnya membasahi kedua pipinya. Dia tak sanggup lagi berkata apapun pada Zarah adiknya yang sudah dari lahir menderita polio, dan kini Zarah sudah tak mampu menggerakkan kakinya karena penyakitnya yang sudah sangat parah. Lebih parahnya lagi, Zarah telah divonis tidak akan bertahan lebih lama lagi. Akibatnya, Reva yang kini harus tekun sekolah demi mencapai 1000 mimpinya itu harus merelakan hari-harinya yang seharusnya ia gunakan untuk sekolah, kursus, bimbingan, ekskul, dll, dikorbankan untuk menemani Zarah jalan-jalan, melukis, kemo terapy, dll.
Kedua orang tuanya selalu saja menganggap semua berita tentang Zarah yang di sampaikan oleh Reva itu adalah lebay dan mengada-ada. Padahal dalam kenyataannya, mereka berdua bagaikan sebatang kara yang tak memiliki apapun untuk mempertahankan semangat mereka. Tak ada orang tua, tak ada saudara.. hanya sahabat yang selama ini mereka miliki disini.

***beberapa minggu kemudian***

“Halo Rev, ada apa’an shob ??” tanya Dika di kejauhan sana.
“Dik,, Dikaa...” terdengar suara Reva yang tersendat dengan suara tangisan.
“Reva,, apa yang terjadi,, ada apa?,, tenang dulu Rev.. kok kamu nangis ?”
“Zarah, adik ku.. tadi dia jatuh dari kursi roda dan sekarang dia lagi di ICU”
“ICU ??,, oke, tenang dulu Rev, jangan panik, aku, Levi dan Kayla kesitu sekarang”
“Cepet Dik, aku takut banget”
“Iya Rev, see you...!!”
“see you,,”
Sementara itu, Reva hanya mondar-mandir di depan ruang ICU menunggu seorang perawat dan juga dokter keluar dengan membawa kabar baik tentang adiknya.
“Mbak Reva...”
“Iya suster, bagaimana Zarah ?, apa dia baik-baik saja ?” Reva sangat khawatir.
“Sepertinya ini adalah hari terakhir Zarah mbak, ada yang ingin dia sampaikan kepada mbak, silahkan masuk saja”.
Reva masuk dengan berlinang air mata yang sangat deras dari kelopak matanya, dia tak sanggup untuk menghadapi hari ini dan saat ini pula.
“Zarah, ini kak Reva sayang, Zarah sembuh dong..” kata Reva lirih di sebelah telinga Zarah.
“Bunda... Ayah... Kakak... Mumu.. ” bisik Zarah perlahan. “Aku sayang sama kalian, aku akan sampaikan salam kalian pada Allah. Disana Allah bisa sembuhin aku, aku ingin bertemu Allah dan bilang, kalo’ aku gak pengen kalian sakit kayak aku.” Ucap Zarah dengan sangat perlahan.
“Kakak sangat sayaaang banget sama kamu Zarah, walaupun kakak ingin slalu bersama kamu, tapi kakak juga pengen lihat kamu bahagia dan gak merasakan sakit lagi”
“Lihat aku sebagai bintang dii .. “ suara zarah menghilang, bersama dengan nafas terakhirnya yang berhembus dengan tenang.
“Zaraaahh... zaaarraaahh... bangun zarah,, banguuun...” jerit histeris Reva seketika dengan tangisnya yang semakin menjadi. Namun, ketiga sahabatnya mampu menghiburnya untuk sementara waktu hingga jasad Zarah di makamkan.
“Jangan ditangisi lagi Rev, kasihan Zarah..” ucap Kayla.
“Iya Rev.. sabar yaa? Zarah belum sepenuhnya ninggalin kita, Zarah masih ada disini, di hati kita semua, dan disana di langit sebagai bintang yang tetap berkerlip dengan anggun.” Levi berusaha menguatkan.
“Bintang,, di .. Langit ?!” ucap Revi dengan nada bingung.
“Iya Rev,.. disana?” Dika menunjuk ke langit.
“Aku menangis bukan karena menyesal dan nggak rela Zarah pergi, aku nangis karena sedih meratapi kehidupanku yang semakin hari semakin tak bertujuan dan tak berarah”
“Tadi aku udah kabarin kedua orang tua kamu, mereka akan pulang secepatnya dalam minggu ini, dan Bunda kamu juga akan menetap disini untuk temani kamu Rev.. jangan sedih lagi ya!” kabar dari Kayla.
“Bunda?,, menetap disini sama aku ?”
“Iya Rev, kamu seneng kan ?”
“Antara seneng dan kecewa Kay, Bunda sangat terlambat buat lakuin itu semua. Zarah udah terlanjur pergi dan setelah Zarah pergi Bunda baru percaya dan menyesali semuanya. Itu sungguh mengecewakan”
“Yang lalu biarlah berlalu, dan ambil semua hikmah dari semua ini Rev, jangan pernah kamu membenci Bunda kamu, seberapapun bersalahnya Bunda kamu itu.”
“makasih Kay, Lev, Dik... kalian adalah motivator ku.”
Mereka berempat berpelukan dengan sangat erat sebagai layaknya empat bersaudara yang berlinang air mata bahagia.
***
Malam itu, Revi duduk di dekat jendela dan melihat sebuah bintang di langit yang sedang berkerlip dengan sangat terang. Di tangannya terdapat kertas gambar yang bergambarkan 1 keluarga utuh yang dulu pernah di lukis oleh Zarah, adiknya.
Di sampingnya juga terdapat sebuah surat yang ditulis di kertas berwarna merah muda dan dengan tulisan memakai tinta biru. Dengan semua barang dan suasana seperti ini, Reva sangat merasakan, dia sedang bersama Zarah.

***

Created  By :  UER

0 komentar:

© Schreiben | Powered by Blogger